Kamis, 09 Desember 2010

Terowongan Abad X di temukan di malang

Warga Polowijen dikejutkan lagi oleh peninggalan sejarah berbentuk terowongan, dua pekan lalu. Hingga kini, warga masih ramai membicarakannya. Diperkirakan, terowonngan itu adalah arung atau jaringan air bawah tanah untuk pengairan pertanian yang digunakan pada abad X silam. Sejak beberapa tahun terakhir tercatat sudah empat sampai lima terowongan yang sama di temukan di Polowojien. Terowongan yang menyerupai gua itu ditemukan di wilayah RT 03, RW 03, Polowijen saat perataan lahan menggunakan alat berat untuk pembangunan perumahan. Pekerja dan warga pun terkejut. Sejumlah warga nekat masuk dalam terowongan yang diatasnya terdapat tanah kosong itu.
Yulianto adalah salah satu warga yang sudah menyusuri terowongan dalam tanah itu. Panjang terowongan sekitar 50 meter. ‘’Setelah itu buntu, tidak bisa menembus kemana-mana. Saya tidak menemukan apa-apa dalam terowongan itu,’’ katanya.
Dia menjelaskan, diameter mulut terowongan sekitar setengah meter. Namun sampai ke dalam terowongannya semakin lebar. Bahkan diameternya mencapai 1,6 meter. ‘’Waktu masuk harus menjongkok, tapi setelah ditengah bisa berdiri,’’ terang Yulianto.
Ia belum memastikan asal muasal terowongan itu. Sejumlah warga yang masih ramai membicarakannya juga tak bisa memastikan. Namun di beberapa tempat lain di Polowijen juga pernah ditemukan terowongan yang sama.
Sejarahwan Universitas Negeri Malang, M Dwi Cahyono mengatakan, berdasarkan riset yang dilakukannya pada 1997 hingga 1998 itu, terowongan yang ditemukan warga itu merupakan arung.
Berdasarkan penelitian, kata Dwi, terdapat beberapa arung di Polowijen, diantaranya di sebuah sumber dan pemukiman penduduk. Kalau ditarik lurus, keberadaan arung itu memiliki garis lurus ke arah sumber Sendang Dedes atau Sumur Windu. Sendang Dedes atau Sumur Windu adalah sumber air yang pernah ditemukan di Polowijen.
Keberadaan arung di Polowijen, menurut Dwi yang juga periset arung itu, tak terlepas dari catatan sejarah Polowijen. Dalam prasasti, Kanyuruhan B diabad X, tertulis Desa Panawidyan yang berada dibawah Kanyuruhan.
Kemudian dalam Kitab Pararaton, tertulis nama desa Panawidjen yang kemudian berevolusi hingga kini disebut Polowijen. Dalam Prasasti Kanyuruhan B, tertulis adanya subaki atau subak-i. Yakni sistem pengairan untuk daerah pertanian.
Polowijen diabad X juga dikenal sebagai desa yang subur dengan hasil pertanian melimpah. Karena subur itulah disebut dengan nama Desa Perdikan, yakni desa yang bebas dari pajak serta mengatur sendiri keuangannya.
Kondisi desa yang subur menurut Dwi tak terlepas dari sistem pengairan subaki yang tertulis dalam Kitab Pararaton. Karena memiliki sistem pengairan yang baik, maka dibuatlah arung. Pembuatan arung juga tak terlepas dari kondisi wilayah Polowijen dan Sumur Windu. Sumur Windu letaknya agak cekung. Sehingga untuk mengalirkan air ke lahan pertanian dibuatlah terowongan atau saluran air bawah tanah ke lahan pertanian yang disebut arung. (van/avi)(kopasmurni malangpost)

Berita Terkait



0 komentar:

Posting Komentar